ditulis oleh : Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As-Sidawi A. PENGANTAR Dalam sebuah majalah yang pernah penulis baca, dikisahkan bahwa ada seorang muballigh dari Cina tatkala berceramah di hadapan jama’ah Indonesia, dia mengemukakan hadits ini seraya berkomentar: “Bapak-bapak, ibu- ibu, seharusnya banyak bersyukur, karena bapak ibu tidak perlu repot-repot pergi ke Cina, karena orang Cina-nya sudah datang ke sini”!!! Sepanjang ingatan penulis juga, hadits ini tercantum dalam buku pelajaran kurikulum sekolah Tsanawiyyah masa penulis (entah kalau sekarang), sehingga dulu pernah ada seorang kawan menyampaikan hadits ini tatkala latihan ceramah, kemudian ada seorang ustadz yang menegur: “Untuk apa menuntut ilmu ke China? Ilmu apa yang mau dicari di sana? Ilmu dunia atau agama?”. Nah, apakah hadits yang kondang ini shohih dari Nabi? Inilah yang akan menjadi pembahasan kita pada edisi kali ini. Semoga bermanfaat. . B. TEKS HADITS اطْلُبُوْا الْعِلْمَ وَلَوْ بِالصِّيْنِ Carilah ilmu sekalipun di negeri Cina. BATHIL. Diriwayatkan oleh; طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim Kesimpulannya, hadits ini adalah hadits batil, dan tidak ada jalan lain yang menguatkannya[2]. C. MENGKRITISI MATAN HADITS Syaikh Abdul Aziz bin Baz berkata setelah menjelaskan lemahnya hadits ini: “Seandainya hadits ini shahih, maka tidaklah menunjukkan tentang keutamaan negeri Cina dan penduduknya, karena maksud hadits ini -kalaulah memang shahih- adalah anjuran untuk menuntut ilmu sekalipun harus menempuh perjalanan yang sangat jauh[3], sebab menuntut ilmu merupakan perkara yang sangat penting sekali, karena ilmu merupakan sebab kebaikan dunia dan akherat bagi orang yang mengamalkannya. Jadi, bukanlah maksud hadits ini adalah negeri Cina itu sendiri, tetapi karena Cina adalah negeri yang jauh dari tanah Arab, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikannya sebagai permisalan. Hal ini sangat jelas sekali bagi orang yang mau memperhatikan hadits ini”.[4] . D. TAMBAHANNYA SHOHIH? Adapun tambahan dalam hadits ini dengan lafadz: طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim. Namun perlu kami ingatkan di sini bahwa hadits ini memiliki tambahan yang yang populer padahal tidak ada asalnya yaitu lafadz “dan muslimah“. طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَمُسْلِمَةٍ Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim dan muslimah. Sekalipun demikian, makna tambahan ini benar, karena perintah menuntut ilmu mencakup kaum pria dan wanita juga. Syaikh Muhammad Rasyid Ridho berkata: “Hadits “menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim” mencakup wanita juga dengan kesepakatan ulama Islam, sekalipun tidak ada tambahan lafadz “dan muslimah”. Akan tetapi, matan-nya adalah shohih dengan kesepakatan ulama“.[7] Semoga Allah merahmati Al-Hafizh Ibnul Jauzi tatkala berkata: “Saya selalu menganjurkan manusia untuk menuntut ilmu agama, karena ilmu adalah cahaya yang menyinari, hanya saja saya memandang bahwa para wanita lebih utama dengan anjuran ini, dikarenakan jauhnya mereka dari ilmu dan menguatnya hawa nafsu pada diri mereka”. Lanjutnya: “Wanita adalah manusia yang dibebani seperti kaum pria, maka wajib olehnya untuk menuntut ilmu agar dia dapat menjalankan kewajiban dengan penuh keyakinan”.[8] Sejarah telah mencatat nama-nama harum para wanita yang menjadi para ulama dalam bidang agama, Al-Qur’an, hadits, syair, kedokteran dan lain sebagainya.[9] . E. HADITS-HADITS LEMAH TENTANG ILMU Tidak ragu lagi bahwa menunut ilmu merupakan suatu keharusan bagi seorang muslim. Namun, bukanlah hal itu berarti kita menganjurkan mereka dan menggalang semangat mereka dengan hadits-hadits dusta yang disandarkan kepada Nabi yang mulia seperti yang dilakukan oleh banyak penceramah dan penulis, seperti hadits: اطْلُبُوْا الْعِلْمَ مِنَ الْمَهْدِ إِلَى اللَّحْدِ Carilah ilmu sejak bayi hingga ke liang kubur. . Seperti juga: مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ, وَمَنْ أَرَادَ الأَخِرَةَ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ, وَمَنْ أَرَادَهُمَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ Barangsiapa yang menghendaki dunia, maka hendaknya dia berilmu. Dan barangsiapa yang menghendaki akherat, maka hendaknya dia berilmu. Dan barangsiapa yang menghendaki dunia akherat, maka hendaknya dia berilmu. . Dan masih banyak lagi lainnya hadits-hadits lemah yang sering dibawakan untuk menganjurkan manusia agar semangat menuntut ilmu[11]. Sekali lagi, kita tidak butuh dengan hadits-hadits lemah, cukuplah bagi kita dalil-dalil dari Al-Qur’an, hadits yang shohih dan ucapan para ulama[12]. . F. PENUTUP Berbicara tentang ilmu sangat panjang sekali, namun ada satu point penting yang ingin kami tekankah di sini bahwa banyak para penulis dan penceramah tatkala membawakan dalil-dalil Al-Qur’an dan hadits baik yang shohih maupun tidak shohih, mereka memaksudkannya kepada ilmu dunia. Ini adalah suatu kesalahan, karena setiap ilmu yang dipuji oleh dalil-dalil tersebut maksudnya adalah ilmu agama, ilmu Al-Qur’an dan sunnah[13], sekalipun kita tidak mengingkari ilmu-ilmu dunia seperti kedokteran, arsitek, pertanian, perekonomian dan sebagainya, tetapi ini bukanlah ilmu yang dimaksud dalam dalil-dalil tersebut, dan hukumnya tergantung kepada tujuannya, apabila ilmu-ilmu dunia tersebut digunakan dalam ketaatan maka baik, dan bila digunakan dalam kejelekan maka jelek. Perhatikanlah hal ini baik-baik, semoga Allah menambahkan ilmu bagimu.[14] . artikel [ www.abiubaidah.com ] . CATATAN KAKI [2] Silsilah Ahadits adh-Dha’ifah: 416 [3] Oleh karenanya, Rihlah (melakukan perjalanan jauh) untuk menuntut ilmu adalah kebiasaan para ulama salaf terdahulu dari kalangan sahabat, tabi’in dan orang-orang setelah mereka, bahkan tak sedikit diantara mereka yang menempuh perjalanan berbulan-bulan hanya untuk mencari satu hadits. Kisah-kisah tentang mereka begitu banyak sekali, sebagiannya telah dikumpulkan oleh al-Khathib al-Baghdadi dalam kitabnya “Ar-Rihlah Li Thalib Hadits”. Cukuplah sebagai contoh, perjalanan Nabi Musa untuk menemui Nabi Hidhir dalam rangka menuntut ilmu yang disebutkan oleh Allah dalam surat Al-Kahfi. Wallahu A’lam. [4] At-Tuhfatul Karimah fi Bayani Ba’dhi Ahadits Maudhu’ah wa Saqimah hal. 60 [5] Silsilah Ahadits Adh-Dho’ifah 1/604. [6] Takhrij Musykilatul Faqr hal. 48-62. [7] Huquq Nisa’ fil Islam hlm. 18. [8] Ahkam Nisa’ hal. 8-11 [9] Lihat kisah-kisah mereka dalam kitab Huquq Mar’ah Dr. Nawwal binti Abdullah hal. 285-293, ‘Inayah Nisa’ bil Hadits Nabawi oleh Syaikh Masyhur Hasan Salman. [10] Ahadits Mardudah Sa’id bin Shalih al-Ghamidi hal. 12 [11] Lihat buku penulis “Hadits-Hadits Dho’if Populer” hlm. 53-61, cet Media Tarbiyah, Bogor. [12] Lihat kitab Jami’ Bayanil Ilmi wa Fadhlihi oleh Imam Ibnu Abdil Barr dan Miftah Dar Sa’adah oleh Ibnul Qoyyim al-Jauziyyah. [13] Al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hanbali berkata: “Ilmu bermanfaat adalah mempelajari Al-Qur’an dan sunnah serta memahami makna kandungan keduanya dengan pemahaman para sahabat, tabi’in dan tabi’ tabi’in. Demikian juga dalam masalah hukum halal dan haram, zuhud dan masalah hati, dan lain sebagainya”. (Fadhlu Ilmi Salaf ‘ala Ilmi Khalaf hlm. 26). Al-Hafizh Ibnu Hajar al-’Asqolani berkata: “Maksud ilmu adalah ilmu syar’i yang mengajarkan pengetahuan tentang kewajiban seorang hamba dalam ibadah dan mu’amalatnya”. (Fathul Bari 1/92). [14] Lihat Kitabul Ilmi hlm. 13-14 karya Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin.
[1] Al-Maqashid al-Hasanah hal. 63
Label: Hadits, Ilmu, negri china
0 komentar:
Posting Komentar